Kenapa Guru Isi Pengajian? Kepala MIN 3 Tana Toraja: “Setiap Tempat adalah Sekolah”

Tana Toraja, Humas Tana Toraja – Ketika kita berbicara tentang pendidikan, yang terbayang di benak kita mungkin adalah ruang kelas, papan tulis, dan buku pelajaran. Namun, di Lembang Uluway, Tana Toraja, definisi itu diperluas. Sejumlah guru dari MIN 3 Tana Toraja mengambil peran yang tidak biasa, yaitu mengisi pengajian. Langkah ini menimbulkan pertanyaan: mengapa mereka melakukannya?

Salah satu sosok inspiratif di balik gerakan ini adalah Hj. Marhaya, S.Pd.I. Beliau adalah seorang guru yang telah mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil di MIN 3 Tana Toraja sejak tahun 1997. Sekarang beliau menjabat sebagai Kepala MIN 3 Tana Toraja. Di usianya yang menginjak kepala lima, Hj. Marhaya konsisten mendedikasikan dirinya tidak hanya untuk sekolah, tetapi juga untuk masyarakat.

Dedikasi Seorang Guru dan Pendakwah

Sebagai seorang istri dan ibu dari dua anak laki-laki serta satu anak perempuan, kondisi Hj. Marhaya tidak menghalangi beliau untuk menambah kontribusi dalam memajukan peradaban. Menjadi seorang pendakwah, beliau melihat pengajian sebagai perpanjangan dari tugasnya sebagai pendidik. Baginya, pendidikan tidak hanya terbatas pada ilmu akademik di bangku sekolah, tetapi juga mencakup pembentukan karakter dan moral spiritual di tengah masyarakat, dan  kegiatan ini justru saling mendukung karena menambah pengalaman, memperkuat ikatan sosial ,serta memberi teladan  tentang pentingnya pendidikan  dan pembinaan akhlak sepanjang hayat.

Sebaik-baik manusia, yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an” tegas Kepala Madrasah tersebut. Baginya, setiap tempat adalah sekolah, dari rumah ke rumah mengikuti Pengajian rutin pekanan, sampai di rumah pribadinya beliau masih mengundang anak-anak sekitar untuk belajar membaca Al-Qur’an.

Langkah ini diambil karena kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter berbasis nilai-nilai agama. Di Lembang Uluway, peran guru tidak hanya selesai saat bel sekolah berbunyi, tetapi berlanjut hingga ke masyarakat. Hj. Marhaya dan rekan-rekannya percaya bahwa dengan aktif berdakwah, mereka dapat mengisi ruang kosong dalam pendidikan moral dan etika yang sulit dicapai hanya melalui kurikulum formal. Mereka ingin memastikan bahwa anak-anak dididik tidak hanya menjadi pintar secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia.

Dampak dan Apresiasi dari Masyarakat

Aktivitas ini mendapat sambutan baik dari warga. Banyak masyarakat, khususnya para orang tua, merasa terbantu dengan adanya pengajian yang diisi oleh para guru. Mereka melihat para guru sebagai figur yang dapat dipercaya dan memiliki kompetensi ganda: mendidik anak di sekolah dan memberikan bimbingan spiritual di luar jam pelajaran. Kepercayaan ini memperkuat kolaborasi antara sekolah dan masyarakat, menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih komprehensif.

Keputusan para guru MIN 3 Tana Toraja untuk menjadi pendakwah menegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab kolektif. Lebih dari sekadar profesi, mengajar adalah sebuah panggilan jiwa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, baik di dalam maupun di luar kelas. Aksi mereka menjadi contoh nyata bahwa guru dapat berperan lebih luas dan menjadi agen perubahan yang sesungguhnya di masyarakat.

“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Q.S Ali ‘Imran:104