Makale, Humas Bimas Islam Kemenag Tana Toraja – Dalam upaya memperkuat kerukunan antarumat beragama, Rabu, 18 September 2024, bertempat di Dusun Poton, Lembang Madandan, Kecamatan Rantetayo, Kabupaten Tana Toraja, Seksi Bimas Islam melaksanakan kegiatan pengembangan Kampung Moderasi Beragama. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun masyarakat yang toleran, saling menghormati, dan bersatu dalam keberagaman.
Kegiatan peluncuran program ini dihadiri oleh segenap tokoh masyarakat, perwakilan penyuluh agama Islam, Kristen, dan Katolik, serta pemerintah daerah. Kegiatan dimulai dengan sambutan dari Kepala Lembang Madandan, Bale’bu’ P. Pakambanan, yang sangat mendukung kegiatan ini karena menekankan perlunya menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi beragama serta pentingnya kolaborasi antarumat beragama dalam menciptakan lingkungan yang damai. “Kampung ini menjadi contoh nyata bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk hidup berdampingan,” katanya.
Mewakili Camat Rantetayo, Batara Riwalla Sombolinggi mengungkapkan bahwa pemerintah sangat bersyukur daerahnya dijadikan percontohan moderasi beragama. Beliau berharap kegiatan ini dapat mempererat tali silaturahmi serta menularkan hal-hal positif kepada daerah lain di Sulawesi Selatan pada khususnya, dan daerah lain di Indonesia pada umumnya.
Hadir memberikan sambutan, Haji Usman Senong, selaku Kakan Kemenag Kabupaten Tana Toraja, mengungkapkan bahwa tujuan kegiatan ini adalah untuk membangun kerukunan serta harmonisasi hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang majemuk. Beliau menekankan bahwa kita harus semaksimal mungkin menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang kita anut. Namun, di samping itu, kita harus sadar dan menghargai bahwa ada keyakinan agama lain di sekitar kita, sehingga Kabupaten Tana Toraja sangat penting mendapatkan edukasi tentang moderasi beragama agar nilai dan prinsip moderasi tetap hidup.
Acara dilanjutkan dengan sesi penyampaian materi oleh tiga pemateri handal. Arius Damarto Rombeallo, sebagai pemateri pertama, mengungkapkan bahwa Kampung Moderasi Beragama adalah model kampung yang mengutamakan kolaborasi lintas unsur, lembaga, dan lapisan masyarakat. Tujuannya adalah memperkuat kehidupan masyarakat yang harmonis dalam keragaman, toleran, serta memperkokoh sikap beragama yang moderat berbasis desa atau kampung, khususnya di Poton Lembang Madandan. Pengembangan Kampung Moderasi Beragama ini akan menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia, serta memperkuat identitas Tana Toraja sebagai wilayah yang kaya akan budaya dan toleransi.
Pius Baturante, sebagai pemateri kedua, memaparkan dua gambaran aplikasi moderasi beragama. Pertama, harkat manusia adalah persaudaraan bersama. Kedua, moderasi beragama dapat berupa perhatian terhadap lingkungan kita, yang aplikasinya dilakukan melalui pengajaran di setiap gereja.
Pemateri ketiga, Sampe Bara’langi, menegaskan empat pilar moderasi beragama, yaitu komitmen beragama, anti-kekerasan, toleransi, dan mengakomodasi kearifan lokal. Kunci untuk membangun toleransi beragama, menurutnya, adalah perlunya pendidikan moderasi yang ditanamkan sejak dini, serta peran media yang sangat berpengaruh dalam memberikan penyajian informasi dan pesan positif terkait moderasi beragama.
Setelah sesi pemaparan, diadakan sesi tanya jawab yang sangat interaktif. Empat perwakilan peserta diberikan kesempatan untuk bertanya langsung kepada para pemateri. Beberapa pernyataan dan pertanyaan yang diajukan meliputi:
Syamsidar Lendang, Ketua IPARI, bertanya, “Bagaimana kita bisa membangun komunikasi yang baik dengan pengelola usaha agar produk usaha yang mereka sajikan dapat dipertanggungjawabkan demi membangun sebuah kehidupan masyarakat yang madani?”
Abner Riak, seorang tokoh agama, menanyakan, “Bagaimana peran pemerintah dalam mempromosikan tindak lanjut dari kegiatan pengembangan Kampung Moderasi di wilayah Poton Lembang Madandan?”
Yosepina Patulak, Penyuluh Agama Kristen, bertanya, “Apa langkah konkret yang harus dilakukan oleh masyarakat Poton Lembang Madandan agar aplikasi dari kegiatan pengembangan Kampung Moderasi ini dapat terus berkembang?”
Calvien, seorang tokoh agama, menambahkan, “Bagaimana bentuk moderasi di lapangan harus mengedepankan unsur saling menghargai, di mana melibatkan semua penganut agama dalam suatu kegiatan di masyarakat?” ungkapnya.
Para pemateri memberikan jawaban yang mendalam, menekankan pentingnya peran individu dalam mempromosikan nilai-nilai moderasi.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi pengembangan Kampung Moderasi Beragama di seluruh Indonesia, serta menciptakan masyarakat yang lebih toleran dan harmonis. Penutup acara dilakukan dengan harapan agar peserta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan menyebarkan semangat moderasi di lingkungan masing-masing.
Dengan terlaksananya kegiatan ini, Haji Arifuddin, Kepala Seksi Bimas Islam, berkomitmen: pertama, hendaknya kita menerima perbedaan; kedua, harus memahami perbedaan; ketiga, harus menghargai dan mengakui perbedaan; keempat, harus memfasilitasi perbedaan agar saling mengisi dan memahami; serta kelima, bersedia bekerja sama dalam perbedaan.
Demikian berita ini, semoga dapat memberikan manfaat. Terima kasih. (AS)