Semangat Pancasila di Tengah Tumpukan Material: Aksi MAN Tana Toraja Patut Dicontoh

Makale, Humas MAN TANA TORAJA — Meski harus berdesak-desakan di tengah tumpukan material dan hiruk pikuk alat berat, ratusan siswa dan guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tana Toraja hari ini, Senin (6/10), sukses menggelar apel pagi. Apel ini bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah aksi nyata dan pesan tegas tentang pentingnya menjaga nasionalisme terutama dalam suasana yang masih hangat dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober.

Lapangan utama MAN Tana Toraja, yang biasanya menjadi paru-paru aktivitas sekolah, kini dipenuhi oleh alat berat dan material konstruksi. Situasi ini adalah dampak langsung dari proyek pembangunan gedung baru melalui skema Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang telah berlangsung sejak awal Oktober. Keterbatasan fisik ini tak membuat civitas akademika patah arang, justru mereka menjadikannya panggung untuk menunjukkan bahwa semangat kebangsaan tidak tergantung pada luasnya lapangan.

Keterbatasan Fasilitas, Kewajiban Tetap Berjalan

Sejak 1 Oktober lalu, proyek pembangunan gedung SBSN yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas laboratorium dan perpustakaan sekolah telah mengubah total lanskap madrasah. Lapangan yang menjadi lokasi sentral upacara bendera dan kegiatan olahraga terpaksa dialihfungsikan sebagai area penyimpanan material.

“Kondisi lapangan yang dipenuhi material bangunan, dampak pembangunan gedung SBSN tidak dapat dimanfaatkan seperti biasanya. Tetapi, kewajiban kita sebagai warga negara dan pelajar untuk menjaga nasionalisme, terutama melalui apel pagi, harus tetap berjalan,” ujar Kepala MAN Tana Toraja.

Apel pagi yang dipindahkan ke sudut lain yang tersisa dari lapangan yang sempit, berlangsung khidmat dan penuh makna. Hal ini membuktikan bahwa dedikasi terhadap nilai-nilai kebangsaan, seperti disiplin dan penghormatan terhadap simbol negara, mampu melampaui hambatan fisik. Bagi para siswa, terutama generasi muda yang kerap dikaitkan dengan isu apatisme, pemandangan ini menjadi inspirasi yang kuat.

Mempertahankan Kesaktian di Era Digital

Momentum pelaksanaan apel ini sengaja diintensifkan mengingat pada 1 Oktober, bangsa Indonesia baru saja memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Peristiwa bersejarah ini merupakan pengingat vital tentang bagaimana Pancasila sebagai ideologi bangsa pernah coba digulingkan, dan bagaimana para pahlawan revolusi gugur demi mempertahankan lima sila sebagai dasar negara.

Kepala madrasah dalam amanatnya menekankan bahwa menjaga nasionalisme bagi milenial dan Gen Z tidak hanya dimaknai dengan upacara seremonial, tetapi juga dengan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

“Nasionalisme kita hari ini adalah tentang bagaimana kita menggunakan media sosial dengan bijak, melawan hoax dan ujaran kebencian, serta berkompetisi secara sehat untuk membawa nama baik madrasah. Intinya, bagaimana kita menjadi agen perubahan yang menjunjung tinggi persatuan dalam keberagaman,” tegasnya.

Pesan ini sangat relevan untuk audiens muda di era digital, di mana ancaman terhadap persatuan seringkali datang dari ruang virtual dalam bentuk polarisasi dan radikalisme. Keberhasilan MAN Tana Toraja menggelar apel di tengah keterbatasan fisik lapangan adalah metafora visual yang sempurna: semangat kebangsaan harus tetap tegak berdiri, meskipun diadang “material” tantangan modern.

SBSN: Bukan Sekadar Bangunan Fisik

Pembangunan gedung SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) di MAN Tana Toraja adalah bagian dari komitmen pemerintah pusat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah, yang akan menghasilkan laboratorium dan perpustakaan yang lebih modern.

Di balik kendala yang muncul, proyek ini sesungguhnya melambangkan harapan masa depan. Fasilitas modern yang akan segera berdiri diharapkan dapat mencetak generasi yang tidak hanya kuat secara moral dan nasionalis, tetapi juga unggul dalam sains dan literasi.

Melalui apel pagi ini kita memahami bahwa nasionalisme bukan hanya materi pelajaran di kelas, melainkan sebuah tindakan adaptasi dan komitmen yang hidup dan bernapas, bahkan di tengah hiruk pikuk pembangunan fisik. Di mana pun kita berdiri, Merah Putih dan Pancasila tetap di hati. (AN)